Minggu, 12 Juni 2011

Memahami Masalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Perusahaan Bag-3

7. Kompensasi PHK

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar kompensasi yang terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu: uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH). UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.

Perhitungan uang pesangon (UP) yang terdapat pada UU No.13/ 2003 pasal 156 ayat (2) paling sedikit sebagai berikut :

Masa Kerja Uang Pesangon

masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah;

masa kerja 1 - 2 tahun, 2 (dua) bulan upah*;

masa kerja 2 - 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah;

masa kerja 3 - 4 tahun, 4 (empat) bulan upah;

masa kerja 4 - 5 tahun, 5 (lima) bulan upah;

masa kerja 5 - 6 tahun, 6 (enam) bulan upah;

masa kerja 6 - 7 tahun, 7 (tujuh) bulan upah.

masa kerja 7 – 8 tahun, 8 (delapan) bulan upah;

masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

*)Note:

UU No. 13 Thn 2003 Pasal 1 Ayat 30 : Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

UU No.13 Thn 2003 pasal 90 ayat (1) : pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 89

UU No.13 thn 2003 Pasal 89 ayat (1 dan (2)): (1)Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat (3) huruf a terdiri atas : a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota. B upah minimum berdasarkan sector pada wilayah propinsi atau kabupaten/kota (2). Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.

UU No.13 thn 2003 pasal 91 ayat (1): Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UU No.13 Pasal 88 : (1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh

(3). Kebijakan pengupahan yang melindingi pekerja/buruh sebagai mana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

a. upah minimum; b. Upah kerja lembur; c.upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaan; e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. Bentuk dan cara pembayaran upah; g. Denda dan potongan upah; h. Hah-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. Upah untuk pembayaran pesangon; dan k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan

UU No.13 Thn 2003 pasal 157 ayat (1): Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas: a. Upah pokok; b. Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) pada UU No. 13/2003 pasal 156 ayat (3) paling sedikit ditetapkan sebagai berikut:

Masa Kerja UPMK

masa kerja 3 - 6 tahun 2 (dua) bulan upah;

masa kerja 6 - 9 tahun 3 (tiga) bulan upah;

masa kerja 9 - 12 tahun 4 (empat) bulan upah;

masa kerja 12 - 15 tahun 5 (lima) bulan upah;

masa kerja 15 - 18 tahun 6 (enam) bulan upah;

masa kerja 18 - 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah;

masa kerja 21 - 24 tahun 8 (delapan) bulan upah;

masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah

Sedangkan Uang penggantian hak (UPH) pada UU No. 13/2003 pasal 156 ayat (4) yang seharusnya diterima meliputi :

a.cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b.biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh* diterima bekerja;

c.penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d.hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

* )Note: UU No.13 Thn 2003 pasal 1 ayat (3) : Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain

Ada beberapa kebiasaan yang dilakukan oleh perusahaan dalam menentukan UANG PISAH (karena karyawan mengundurjan diri):

1.Jika dalam perusahaan ada PKB ( Perjanjian Kerja Bersama ) antara perusahaan dengan Serikat Pekerja, maka besarnya uang pisah sesuai kesepakatan yang sudah dibuat. Biasanya lebih besar dari Undang-undang.

2. Adakalanya juga karyawan langsung bernegosiasi dengan perusahaan. Biasanya hasilnya juga akan lebih besar dari PKB ataupun Undang-undang.

3.Undang-Undang no 13 th 2003 pasal 162 dan pasal 156 ayat 4, merupakan besaran normatif yang harus diberikan oleh pengusaha kepada pekerja dan tidak boleh lebih rendah dari ini.

Tetapi terkadang perusahaan tidak mau membayarkan uang pisah sesuai point ketiga diatas dengan berdalih bahwa pasal 162 ayat 2 yang bunyinya: ”Bagi pekerja/buruh* yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat(4) diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama”.

*) Note: UU no.13 Thn 2003 pasal 162 ayat (1) & (3):

(1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4)

(3) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memenuhi syarat: a. mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; b. Tidak terikat dalam ikatan dinas; dan c. tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

Menurut mereka yang dimaksud dengan mewakili kepentingan pengusaha secara langsung adalah orang-orang yang memiliki jabatan tertentu dan memilki bawahan/anggota dalam kelompok kerjanya. Padahal dalam ketentuan pasal 1 UU No.13 tahun 2003 ayat (5) sudah ditegaskan bahwa:

(5) Pengusaha adalah:

a.orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri

b.orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

c.orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud dengan orang yang mewakili kepentingan pengusaha secara langsung adalah orang yang dalam aktifitasnya dalam perusahaan tersebut akan memberikan laporan kerja secara langsung kepada pihak pengusaha (pemilik modal). Jabatan ini biasanya dipegang orang yang setingkat dengan General Manager, Grup Director dll.

Kadang jumlah uang pisah yang ditetapkan pada peraturan perusahaan bagi karyawan yang mengundurkan diri juga tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 13 Thn 2003 pasal 156 ayat (3) padahal pada UU No. 13 Thn 2003 pasal 111 ayat (2) disebutkan bahwa: “(2) Ketentuan dalam peraturan perusahaan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Dan juga pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP/48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama disebutkan pada Pasal 2 ayat 3 bahwa: “3. Dalam hal peraturan perusahaan akan mengatur kembali materi dari peraturan perundangan maka ketentuan dalam peraturan perusahaan tersebut harus lebih baik dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan”.

Dalam menentukan uang pisah criteria yang dipakai biasanya berdasarkan masa kerja, untuk itu supaya tidak bertentangan dengan UU No. 13 Thn 2003 dan KEP/48/MEN/IV/2004 diatas tidak ada jalan lain untuk menentukan besarannya, kecuali minimal berdasarkan pasal 156 ayat (3)

Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan pengusaha tidak mau membayarkan uang pisah bagi karyawan yang mengundurkan diri sesuai ketentuan undang-undang adalah:

1.Pengusaha sama sekali tidak tahu tentang ketentuan undang-undang yang berlaku

2.Pengusaha sengaja membiarkan persoalan uang pisah dipermasalahkan oleh karyawan yang mengundurkan diri dengan iktikad tidak baik sebagai berikut:

a.Kalau karyawan tersebut menuntut dan menang dipengadilan barulah dibayar sesuai ketentuan kalau tidak dituntut perusahaan akan untung.

b.Umumnya karyawan yang mengundurkan diri tidak punya waktu lagi untuk menuntut karena selain masih dalam tahap percobaan ditempat kerja yang baru (takut ketahuan menuntut dan reputasi menjadi jelek selama masa percobaan) maupun tidak ada uang dan waktu untuk membayar pengacara mengikuti sidang-sidang perkara. Ditambah lagi apabila uang yang akan dituntut kadang juga tidak seberapa jumlahnya. Kondisi inilah yang dimanfaatkan pengusaha untuk tidak membayar uang pisah sesuai ketentuan.

Untuk mencegah pengusaha melakukan tindakan melanggar undang-undang sedapat-dapatnya karyawan diperusahaan tersebut harus membentuk organisasi semacam ikatan kekeluargaan ataupun serikat pekerja. Tujuannya untuk menjembatani kepentingan karyawan dengan pengusaha sehingga tidak ada yang dirugikan.

Diatas tadi kita sudah membahas masalah PHK (mengundurkan diri) yang memenuhi kriteria UU No.13 Thn 2003 pasal 162 ayat (2). Ternyata didalam pasal 162 ayat (1) undang-undang ketenagakerjaan itu disebutkan bahwa: (1) Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4). Artinya komponen kompensasi yang dua lagi yaitu uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja tidak diperhitungkan bagi pekerja yang masuk dalam kriteria pasal 162 ayat(1) diatas. Siapakah pekerja yang memenuhi kriteria pasal 162 ayat (1) itu?. Kalau ditilik dari definisi pengusaha sesuai pasal 1 ayat (5) UU No.13 Thn 2005 tentulah orang-orang yang dimaksud dalam pasal 162 ayat (2) dan dicocokkan lagi dengan criteria yang diluar yang disebutkan pada pasal 162 ayat(2) adalah pekerja yang dalam aktifitasnya diperusahaan tersebut akan memberikan laporan kerja secara langsung kepada pengusaha (biasanya jabatan ini setara dengan General Manager). Jabatan ini biasanya dipegang oleh Manager atau sejenisnya. Jikalau struktur jabatan tidak jelas sehingga sulit untuk menentukannya , boleh dilihat dari skala golongan pekerja tersebut. Orang-orang yang memiliki skala golongan satu kelas dibawah pengusaha (biasanya jabatan dibawah GM) itulah orangnya.

Persoalannya, apakah pekerja dengan golongan yang setingkat tersebut tidak layak untuk mendapatkan uang pisah yang lebih dari hanya sekedar ketentuan pasal 156 ayat (4) ?. Padahal pekerja yang sekelas manager tentulah memiliki kontribusi yang berarti pada perusahaan apalagi sudah bekerja puluhan tahun yang karena satu dan lain hal harus mengundurkan diri. Disinilah pentingnya negosiasi dalam menentukan besaran uang pisah antara pekerja dengan pengusaha pada waktu membuat peraturan perusahaan ataupun perjanjian kerja bersama.

Cara yang bijaksana menentukan besaran uang pisah selain dari besaran uang penggantian hak adalah berdasarkan masa kerja. Boleh negosiasi berdasarkan masa kerja sesuai setengah dari nilai bulan pasal 154 ayat (3), atau berdasarkan cara yang lain, pokoknya sesuai kesepakatan antara pekerja dengan pengusahanya.

Lanjut ke Bag-4

0 komentar: